Selayang pandang, orang yang memandang Jama’ah Tabligh, pasti akan terkagum-kagum terhadap jama’ah ini.
Betapa tidak!
Anggota jama’ah ini nampak begitu khusyu’ dalam shalat. Bahkan, dzikir mereka sampai menangis-nangis.
Mereka begitu giat dalam berdzikir dan
berdakwah. Seakan begitu ikhlas, tawadzu’ dan berbagai macam penampilan
lahiriyah yang mengagumkan.
Begitulah, kadang penampilan dhahir itu menipu orang-orang yang kurang memahami Sunnah.
Dibalik penampilan yang mengagumkan itu, ternyata tersimpan berbagai penyimpangan dan keyakinankeyakinan sesat.
Perhatikanlah pendapat-pendapat ulama’ tentang jama’ah ini. Sejak
pertama kali berdiri, jama’ah ini sudah berdiri di atas pondasi yang
salah. Yaitu berdiri berdasarkan mimpi sang pendirinya, Muhammad Ilyas.Dia mengatakan,“Tersingkaplah bagiku usaha dakwah tabligh ini dan diresapkan ke dalam hatiku, dalam mimpi tafsir ayat:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah
dari yang munkar, dan beriman kepada Allâh.
(QS Ali Imran/3:110)
dari yang munkar, dan beriman kepada Allâh.
(QS Ali Imran/3:110)
Sesungguhnya engkau dikeluarkan untuk umat manusia, seperti halnya para
nabi. Firman Allâh: ‘dikeluarkan’ merupakan isyarat, bahwa kerja dakwah
ini tidak hanya di satu tempat saja, namun dibutuhkan perjalanan ke
negeri-negeri lain. Dan tugasmu adalah amar ma’ruf nahi mungkar.” (Lihat
buku Mahfudhat Ilyas, hal. 57, oleh Muhammad Aslam dalam kitabnya yang
berjudul Jama’ah Tabligh, Aqidatuha Wa Afkaruha Wa Masyayikhiha, hal.
14).
Konon katanya, peristiwa itu terjadi di Madinah
An-Nabawiyah, seperti yang dinukil oleh Abul Hasan An-Nadwi dalam
kitabnya berjudul Syaikh Muhammad Ilyas wa Da’watuhu Ad Diiniyyah. (Buku
ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Riwayat Hidup
dan Usaha Dakwah Maulana Muhammad Ilyas, terbitan As Shaff, tahun 1999).
Menanggapi perkataan ini, Syaikh Salim bin Ied Al Hilali dalam kitab Al Jama’ah Islamiah hal. 366, berkata :
”(Mimpi seperti) ini merupakan sejenis wahyu (dan
wahyu telah terputus semenjak wafatnya Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi
Wasallam).
Jika mereka katakan: Ini adalah ilham!
Maka aku katakan: Tidak ada seorangpun dari umat ini
yang mendapat ilham, karena syari’at telah sempurna dan tidak
membutuhkan ilham. Jika memang ada yang mendapat ilham, maka orang itu
adalah Umar, bukan yang lainnya sebagaimana ditegaskan oleh Rasûlullâh
Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam.”
Itulah Jama’ah Tabligh.
Ada lagi yang perlu diperhatikan dari masalah mimpi
ini. bahwa jama’ah ini banyak menjadikan mimpi sebagai rujukan dan dasar
dalam beramal.
Sehingga kitab-kitab pegangan mereka banyak memuat
mimpi-mimpi orang-orang yang dianggap shalih. Padahal agama Islam ini
sudah sempurna. Tidak memerlukan mimpi untuk melengkapinya. Apalagi
mimpi itu tidak jelas asal-usulnya. Pantaskah kita menjadikan sesuatu
yang tidak jelas asal-usulnya sebagai pegangan?
Jama’ah yang pertama kali didirikan di India ini, di
masyarakat dikenal dengan berbagai sebutan. Satu diantaranya ialah
Jama’ah Jaulah atau Khuruj.
Tidaklah mengherankan, karena bagi Jama’ah Tabligh,
jaulah atau khuruj merupakan amalan yang sangat utama. Mereka menganggap
khuruj sebagai jihad, bahkan jihad yang paling besar. Sehingga mereka
sangat bersemangat melakukan khuruj dalam rangka “dakwah”.
Benarkah mereka berdakwah kepada Allâh?
Harus disadari, bahwa untuk berdakwah membutuhkan ilmu. Tidak cukup hanya berbekal semangat.
Kalau hanya berbekal semangat, niscaya kesesatan pasti tidak terelakkan.
Sementara anggota jama’ah ini sangat bersemangat
berdakwah, namun mereka sangat disayangkan kurang, bahkan tidak peduli
dengan ilmu syar’i. Lalu berbekal apakah mereka berdakwah?
Masalah lain yang mengundang tanda-tanya, ialah apa dalil yang mendasari khuruj mereka?
Mereka memang banyak menyampaikan alasan-alasan
mengenai khuruj. Namun dalil-dalil yang mereka sampaikan tidak bisa
dijadikan pegangan secara benar. Kalaulah mereka mau mengakui secara
jujur, bahwa –sebenarnya– yang menjadi dasar khuruj, ialah mimpi sang
pendiri jama’ah ini. Sebagaimana dikatakan Muhammad Ilyas.
Inilah Jama’ah Tabligh dengan khuruj yang menjadi
ciri khas mereka. Tidakkah mereka banyak membuat dusta atas nama Allâh
dan RasulNya ?
Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku,
maka hendaklah ia bersiap menempati tempatnya dari neraka.”
maka hendaklah ia bersiap menempati tempatnya dari neraka.”
Akhirnya marilah kita bertakwa kepada Allâh dengan menjalankan
syari’at-syari’atNya. Hanya kepada Allâh lah kita memohon pertolongan,
agar kita senantiasa diberi petunjuk dalam menjalankan ketaatan
kepadaNya.
Dan kepada saudara-saudaraku, marilah kita merujuk kepada kebenaran yang haq.
(Tajuk: Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun VII)
(Tajuk: Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun VII)
Selayang pandang, orang yang memandang Jama’ah Tabligh, pasti akan
terkagum-kagum terhadap jama’ah ini. Betapa tidak! Anggota jama’ah ini
nampak begitu khusyu’ dalam shalat. Bahkan, dzikir mereka sampai
menangis-nangis. Mereka begitu giat dalam berdzikir dan berdakwah.
Seakan begitu ikhlas, tawadzu’ dan berbagai macam penampilan lahiriyah
yang mengagumkan.
Begitulah, kadang penampilan dhahir itu
menipu orang-orang yang kurang memahami Sunnah. Dibalik penampilan yang
mengagumkan itu, ternyata tersimpan berbagai penyimpangan dan
keyakinankeyakinan sesat. Perhatikanlah pendapat-pendapat ulama’ tentang
jama’ah ini. Sejak pertama kali berdiri, jama’ah ini sudah berdiri di
atas pondasi yang salah. Yaitu berdiri berdasarkan mimpi sang
pendirinya, Muhammad Ilyas. Dia mengatakan,“Tersingkaplah bagiku usaha
dakwah tabligh ini dan
diresapkan ke dalam hatiku, dalam mimpi tafsir ayat:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah
dari yang munkar, dan beriman kepada Allâh.
(QS Ali Imran/3:110)
dari yang munkar, dan beriman kepada Allâh.
(QS Ali Imran/3:110)
Sesungguhnya engkau dikeluarkan untuk umat manusia, seperti halnya para
nabi. Firman Allâh: ‘dikeluarkan’ merupakan isyarat, bahwa kerja dakwah
ini tidak hanya di satu tempat saja, namun dibutuhkan perjalanan ke
negeri-negeri lain. Dan tugasmu adalah amar ma’ruf nahi mungkar.” (Lihat
buku Mahfudhat Ilyas, hal. 57, oleh Muhammad Aslam dalam kitabnya yang
berjudul Jama’ah Tabligh, Aqidatuha Wa Afkaruha Wa Masyayikhiha, hal.
14).
Konon katanya, peristiwa itu terjadi di Madinah
An-Nabawiyah, seperti yang dinukil oleh Abul Hasan An-Nadwi dalam
kitabnya berjudul Syaikh Muhammad Ilyas wa Da’watuhu Ad Diiniyyah. (Buku
ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Riwayat Hidup
dan Usaha Dakwah Maulana Muhammad Ilyas, terbitan As Shaff, tahun 1999).
Menanggapi perkataan ini, Syaikh Salim bin Ied Al Hilali dalam kitab Al Jama’ah Islamiah hal. 366, berkata :
”(Mimpi seperti) ini merupakan sejenis wahyu (dan
wahyu telah terputus semenjak wafatnya Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi
Wasallam). Jika mereka katakan: Ini adalah ilham! Maka aku katakan:
Tidak ada seorangpun dari umat ini yang mendapat ilham, karena syari’at
telah sempurna dan tidak membutuhkan ilham. Jika memang ada yang
mendapat ilham, maka orang itu adalah Umar, bukan yang lainnya
sebagaimana ditegaskan oleh Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam.”
Itulah Jama’ah Tabligh. Ada lagi yang perlu
diperhatikan dari masalah mimpi ini. bahwa jama’ah ini banyak menjadikan
mimpi sebagai rujukan dan dasar dalam beramal. Sehingga kitab-kitab
pegangan mereka banyak memuat mimpi-mimpi orang-orang yang dianggap
shalih. Padahal agama Islam ini sudah sempurna. Tidak memerlukan mimpi
untuk melengkapinya. Apalagi mimpi itu tidak jelas asal-usulnya.
Pantaskah kita menjadikan sesuatu yang tidak jelas asal-usulnya sebagai
pegangan?
Jama’ah yang pertama kali didirikan di India ini, di
masyarakat dikenal dengan berbagai sebutan. Satu diantaranya ialah
Jama’ah Jaulah atau Khuruj. Tidaklah mengherankan, karena bagi Jama’ah
Tabligh, jaulah atau khuruj merupakan amalan yang sangat utama. Mereka
menganggap khuruj sebagai jihad, bahkan jihad yang paling besar.
Sehingga mereka sangat bersemangat melakukan khuruj dalam rangka
“dakwah”.
Benarkah mereka berdakwah kepada Allâh?
Harus disadari, bahwa untuk berdakwah membutuhkan
ilmu. Tidak cukup hanya berbekal semangat. Kalau hanya berbekal
semangat, niscaya kesesatan pasti tidak terelakkan. Sementara anggota
jama’ah ini sangat bersemangat berdakwah, namun mereka sangat
disayangkan kurang, bahkan tidak peduli dengan ilmu syar’i. Lalu
berbekal apakah mereka berdakwah?
Masalah lain yang mengundang tanda-tanya, ialah apa dalil yang mendasari khuruj mereka?
Mereka memang banyak menyampaikan alasan-alasan
mengenai khuruj. Namun dalil-dalil yang mereka sampaikan tidak bisa
dijadikan pegangan secara benar. Kalaulah mereka mau mengakui secara
jujur, bahwa –sebenarnya– yang menjadi dasar khuruj, ialah mimpi sang
pendiri jama’ah ini. Sebagaimana dikatakan Muhammad Ilyas.
Inilah Jama’ah Tabligh dengan khuruj yang menjadi
ciri khas mereka. Tidakkah mereka banyak membuat dusta atas nama Allâh
dan RasulNya ?
Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku,
maka hendaklah ia bersiap menempati tempatnya dari neraka.”
maka hendaklah ia bersiap menempati tempatnya dari neraka.”
Akhirnya marilah kita bertakwa kepada Allâh dengan menjalankan
syari’at-syari’atNya. Hanya kepada Allâh lah kita memohon pertolongan,
agar kita senantiasa diberi petunjuk dalam menjalankan ketaatan
kepadaNya.
Dan kepada saudara-saudaraku, marilah kita merujuk kepada kebenaran yang haq.
Thanks for reading & sharing ENDI NUGROHO
0 komentar:
Posting Komentar