ﻭﺍﻷﻣﺮ ﺍﺳﺘﺪﻋﺎﺀ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﺑﺎﻟﻘﻮﻝ ﻣﻤﻦ ﻫﻮ ﺩﻭﻧﻪ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻮﺟﻮﺏ ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﻹﺳﺘﺪﻋﺎﺀ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺴﺎﻭﻯ ﺳﻤﻰ ﺇﻟﺘﻤﺎﺳﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﻋﻠﻰ ﺳﻤﻰ ﺳﺆﺍﻻ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻮﺟﻮﺏ ﺑﺄﻥ ﺟﻮﺯ ﺍﻟﺘﺮﻙ ﻓﻈﺎﻫﺮﻩ ﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﺑﺄﻣﺮ ﺃﻯ ﻓﻰ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ penjelasan : Pengertian amr adalah: ﻃﻠﺐ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻣﻤﻦ ﻫﻮ ﺩﻭﻧﻪ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻮﺟﻮﺏ "menuntut kepada orang yg sebawahnya, untk mengerjakan sesuatu dgn tuntutan yg mengharuskan". Jadi bisa disimpulkan, bhw orang yg memerintah kedudukannya hrus lebih tinggi dripada org yg di perintah. Pendapat ini didukung oleh abu ishaq asy-syairozi, ibnu shobagh & sam'ani (an-nafahat: 50). Sementara imam ar-rozi, al-amudi & ibnu hajib berpendapat: "orang yg menyuruh/merintah tdk harus lebih tinggi dripda yg diperintah, namun disyaratkan memposisikan diri seakan-akan lebih tinggi daripada org yg di perintah". Dan imam subkhi dlam jam'ul jawami' berpendapat :" org yg memerintah tdk harus lebih tinggi dripada org yg diperintah dan juga tdk harus memposisikan diri lebih tinggi dripada org yg diperintah". Pendapat ini adalah yang rojih (kuat). Amr harus berupa permintaan/perintah yg bersifat mewajibkan. Dengan dmikian, perkara2 sunah yg hanya brupa anjuran tdk termasuk dlm kategori perkara yg diperintahkan (ma'mur bih). Pendapat ini didukung oleh as-sarakhsi, abu yusri & para ulama ahli tahqiq syafi'iyyah (an-nafahat hlm 50). Mereka berpegang pda hadits : ﻟﻮ ﻻ ﺃﻥ ﺃﺷﻖ ﻋﻠﻰ ﺃﻣﺘﻲ ﻷﻣﺮﺗﻬﻢ ﺑﺎﻟﺴﻮﺍﻙ "kalau tdk memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka bersiwak". Pada hadits ini tersirat suatu mafhum, bhw bersiwak yg merupakan perkara sunah, ternyata bukan termasuk perkara yg diperintahkan oleh Rosulullah. Qodli abu bakar & sbagian ulama berpendapat "perkara sunah termasuk suatu yg diperintahkan". Dalam hal ini mrka berargumen: 1. Perkara sunah termasuk ibadah, sedangkan ibadah pasti diperintahkan 2. Para ahl lughot tlah sepakat, bhw amr terbagi dua yakni perintah yg sifatnya mewajibkan dan perintah yg hanya bersifat anjuran. Permintaan dari orang yg sederajat dgn org yg diperintah disebut iltimäs. Sdangkan permintaan yg datang dari org yg drajatnya sebawahnya org yg diperintah, disebut dgn su'al atau do'a (permohonan), contohnya rakyat kpda penguasa. Mayoritas ulama berpendapat: "amr secara lughot, syara' maupun akal pada hakikatnya menunjukkan hukum wajib, dan jika diarahkan pda hukum sunah berarti menggunakan makna majaz" (an-nafahat 50). Adapun macam2 kalimat amr adalah: ﻭﺍﻟﺼﻴﻐﺔ ﺍﻟﺪﺍﻟﺔ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﻓﻌﻞ ﻧﺤﻮ ﺇﺿﺮﺏ ﻭﺃﻛﺮﻡ ﻭﺍﺷﺮﺏ ﻭﻫﻰ ﻋﻨﺪ ﺍﻹﻃﻼﻕ ﻭﺍﻟﺘﺠﺮﺩ ﻋﻦ ﺍﻟﻘﺮﻳﻨﺔ ﺍﻟﺼﺎﺭﻓﺔ ﻋﻦ ﻃﻠﺐ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﺗﺤﻤﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻯ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻮﺟﻮﺏ ﻧﺤﻮ ﺃﻗﻴﻤﻮ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺇﻻ ﻣﺎ ﺩﻝ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﻣﻨﻪ ﺍﻟﻨﺪﺏ ﺃﻭ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ ﻓﻴﺤﻤﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻯ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺪﺏ ﺃﻭ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ ﻣﺜﺎﻝ ﺍﻟﻨﺪﺏ ﻓﻜﺎﺗﺒﻮﻫﻢ ﺇﻥ ﻋﻠﻤﺘﻢ ﻓﻴﻬﻢ ﺧﻴﺮﺍ ﻭﻣﺜﺎﻝ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ ﻭﺇﺫﺍ ﺣﻠﻠﺘﻢ ﻓﺎﺻﻄﺎﺩﻭﺍ ﻭﻗﺪ ﺃﺟﻤﻌﻮﺍ ﻋﻠﻰ ﻋﺪﻡ ﻭﺟﻮﺏ ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ ﻭﺍﻹﺻﻄﻴﺎﺩ Penjelasan : Shigot yang menunjukkan makna amr adalah ﺇﻓﻌﻞ atau sesamanya, isim fi'il amr dan fi'il mudhore yg kemasukan lam amr. Contohnya ﺇﻋﻠﻢ =ketahuilah (fi'il amr berwazan if'al), ﺃﻧﺼﺮ =tolonglah (fi'il amr berwazan uf'ul), ﺇﺿﺮﺏ =pukullah (fi'il amr berwazan if'il) dan ﺃﻛﺮﻡ =muliakanlah (fi'il amr berwazan af'il). Contoh isim fi'il amr : ﺻﻪ shoh (diamlah), ﺣﻴﻬﻞ hayyahal (menghadaplah) . Contoh fi'il mudhori yg kemasukan lam amr : ﻟﻴﻨﻔﻖ liyungfiq (hendaknya memberi nafkah), ﻟﻴﻜﺮﻡ liyukrim (hendaknya memuliakan), ﻟﻴﺸﻬﺪ liyusyhid (hendaknya mencari saksi) dan lain sebagainya. Shigot amr ketika dimutlakkan & tdk bersamaan qorinah yg membelokkan dri makna aslinya, maka amr itu diarahkan kpd hukum wajib, contoh : ﺃﻗﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ =dirikanlah sholat (menunjukkan hukum wajib sholat), ﻭﺁﺗﻮﺍ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ =brikanlah zakat (menunjukkan hukum wajib membayar zakat), ﺻﻮﻣﻮﺍ ﻟﺮﺅﻳﺘﻪ ﻭﺃﻓﻄﺮﻭﺍ ﻟﺮﺅﻳﺘﻪ =puasalah kalian krna melihat hilal, dan berhenti puasalah karna melihat hilal (menunjukkan hukum wajib puasa krna melihat hilal romadon dan wajib berhari raya krna melihat hilal syawal). Ketika amr bersamaan dgn qoyid yg mengarah kpda slain hukum wajib, maka amr tersebut tdk lgi menunjukkan hukum wajib
ﻭﻻ ﻳﻘﺘﻀﻰ ﺍﻟﻔﻮﺭ ﻷﻥ ﺍﻟﻐﺮﺽ ﻣﻨﻪ ﺇﻳﺠﺎﺩ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺍﺧﺘﺼﺎﺹ ﺑﺎﻟﺰﻣﺎﻥ ﺍﻷﻭﻝ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺍﻟﺜﺎﻧﻰ ﻭﻗﻴﻞ ﻳﻘﺘﻀﻰ ﺍﻟﻔﻮﺭ ﻭﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻳﺤﻤﻞ ﻗﻮﻝ ﻣﻦ ﻳﻘﻮﻝ ﺇﻧﻪ ﻳﻘﺘﻀﻰ ﺍﻟﺘﻜﺮﺍﺭ ﻭﺍﻷﻣﺮ ﺑﺈﻳﺠﺎﺩ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﺃﻣﺮ ﺑﻪ ﻭﺑﻤﺎ ﻻ ﻳﺘﻢ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﺇﻻ ﺑﻪ ﻛﺄﻣﺮ ﺑﺎﻟﺼﻠﻮﺍﺕ ﺃﻣﺮ ﺑﺎﻟﻄﻬﺎﺭﺓ ﺍﻟﻤﺆﺩﻳﺔ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻻ ﺗﺼﺢ ﺑﺪﻭﻧﻬﺎ ﻭﺇﺫﺍ ﻓﻌﻞ ﺑﺎﻟﺒﻨﺎﺀ ﻟﻠﻤﻔﻌﻮﻝ ﺃﻯ ﺍﻟﻤﺄﻣﻮﺭ ﺑﻪ ﻳﺨﺮﺝ ﺍﻟﻤﺄﻣﻮﺭ ﻋﻦ ﺍﻟﻌﻬﺪﺓ ﺃﻯ ﻋﻬﺪﺓ ﺍﻷﻣﺮ ﻭﻳﺘﺼﻒ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﺑﺎﻹﺟﺰﺍﺀ penjelasan: Amr yang dimutlakkan (tdk ditentukan waktunya) tdk menuntut untk segera dikerjakan, krna tujuan dari amr adlah mewujudkan suatu tindakan, namun boleh dilakukan kapan saja. Sedangkan amr yg ditentukan dgn batasan waktu atau disertai ketentuan untk segera dilakukan atau boleh ditunda-tunda, maka harus dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada (an- nafahat 55-56). Misalnya perintah sholat maktubah. Perintah ini disertai ketentuan brupa batasan waktu yg dilonggarkan (al- muqoyyad bil waqti al- muwassa'). Dengan demikian tdk hrus dilaksanakan pada awal waktu, tpi boleh dilakukan diawal waktu, tengah2 waktu, atau bahkan diakhir waktu, asal tdk sampai keluar dari waktu yang telah ditentukan. Sebagian ulama berpendapat "amr yang dimutlakkan harus dikerjakan dgn segera & tidak boleh ditunda2". Pendapat ini didukung sebagian dri ashhab asy- syafi'i & imam karkhi dari kalangan hanafiyah (an- nafahat 55). Pendapat ketiga ini senada dgn pendapat para ulama yg mengharuskan untk diulang2 sepanjang umur, sehingga perintah tersebut mengharuskan untuk segera dilaksanakan. Mereka berdalil dgn firman Allah : ﻣﺎ ﻣﻨﻌﻚ ﺃﻻ ﺗﺴﺠﺪ ﺇﺫ ﺃﻣﺮﺗﻚ "apakah yang menghalangimu untuk sujud (kepda adam) saat Aku menyuruhmu?". Pada ayat diatas, jelas Allah mencela iblis krna saat diperintah sujud kpd adam, iblis tdk mau melaksanakan seketika itu juga. Maka dpt disimpulkan, bhwa perintah itu wajib dilaksanakan dgn segera & tdk boleh ditunda2. Maka untuk amr yg dimutlakkan, jika ternyata dlm pelaksanaannya diakhirkan maka harus ada azm (tekad yg kuat) diawal waktu, bhwa ia akan mengerjakan pda waktu brikutnya (an- nafahat 56). Sedangkan untuk amr yg dibatasi waktu yg ditentukan (al-muqoyyad bi waqti mu'ayyan), para ulama berselisih pendapat "menurut sebagian ulama wajib untuk azm diawal waktu". Pendapat ini didukung imam nawawi dikitabnya syarh muhadzdzab (an-nafahat 56). Memerintahkan untuk mengerjakan sesuatu berarti juga memerintahkan untuk mengerjakan perkara yg menyebabkan sempurnanya sesuatu yg diperintahkan. Dalam kaidah fiqhiyah dikatakan : ﻣﺎﻻ ﻳﺘﻢ ﺍﻟﻮﺍﺟﺐ ﺇﻻ ﺑﻪ ﻓﻬﻮ ﻭﺍﺟﺐ "sesuatu yg mana perkara wajib tdk akan sempurna, kecuali dgn mengerjakan sesuatu itu, maka sesuatu itu dihukumi wajib pula". Seperti contoh : 1. Sholat tdk akan sempurna kecuali dgn bersuci, maka bersuci juga hukumnya wajib. 2. Membasuh muka saat wudlu tdk sempurna kecuali dgn mengikutkan sebagian dari kepala dan bagian bawah rahang, maka membasuh sebagian kepala dan bagian bawah rahang juga hukumnya wajib. Ketika perkara yg diperintahkan sudah dilakukan sesuai sarat & rukunnya, maka seorang mukalaf sudah terlepas dri tanggungan dan sudah dianggap ijza' (cukup) untuk menggugurkan kewajiban. Menurut pendapat kedua "sesuatu yg dikerjakan sesuai sarat dan rukunnya, belum tentu dianggap mencukupi". Karena pengertian ijza menurut pendapat ini adalah : ﺇﺳﻘﺎﻁ ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ (sesuatu yang tlah menggugurkan kewajiban untuk mengqodoinya). Misalnya seseorang sholat, dimana menurut dugaannya (dzhonn) {sebagaimana telah diterangkan pda postingan sebelumny tentang dzonn, bhwa yg menjadi tolak ukur didalam keabsahan ibadah adalah dugaan si mukallaf, jika dugaannya sesuai dgn kenyataan yg sebenarnya} sudah dlm keadaan suci, namun setelah sholatnya selesai terdapat najis pada pakaiannya, maka dia wajib mengulang sholatnya lagi. Dengan demikian ada ibadah yg dihukumi sah, namun blum menggugurkan kewajiban, yakni masih wajib untuk mengulanginya lagi. Alhamdulillah selesai juga pembahasan amr dan macam-macamnya. ^_^ pada postingan slanjutnya akan menerangkan tentang org2 yg termasuk dlm khitob Allah.
ﻭﻻ ﻳﻘﺘﻀﻰ ﺍﻟﻔﻮﺭ ﻷﻥ ﺍﻟﻐﺮﺽ ﻣﻨﻪ ﺇﻳﺠﺎﺩ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺍﺧﺘﺼﺎﺹ ﺑﺎﻟﺰﻣﺎﻥ ﺍﻷﻭﻝ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺍﻟﺜﺎﻧﻰ ﻭﻗﻴﻞ ﻳﻘﺘﻀﻰ ﺍﻟﻔﻮﺭ ﻭﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻳﺤﻤﻞ ﻗﻮﻝ ﻣﻦ ﻳﻘﻮﻝ ﺇﻧﻪ ﻳﻘﺘﻀﻰ ﺍﻟﺘﻜﺮﺍﺭ ﻭﺍﻷﻣﺮ ﺑﺈﻳﺠﺎﺩ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﺃﻣﺮ ﺑﻪ ﻭﺑﻤﺎ ﻻ ﻳﺘﻢ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﺇﻻ ﺑﻪ ﻛﺄﻣﺮ ﺑﺎﻟﺼﻠﻮﺍﺕ ﺃﻣﺮ ﺑﺎﻟﻄﻬﺎﺭﺓ ﺍﻟﻤﺆﺩﻳﺔ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻻ ﺗﺼﺢ ﺑﺪﻭﻧﻬﺎ ﻭﺇﺫﺍ ﻓﻌﻞ ﺑﺎﻟﺒﻨﺎﺀ ﻟﻠﻤﻔﻌﻮﻝ ﺃﻯ ﺍﻟﻤﺄﻣﻮﺭ ﺑﻪ ﻳﺨﺮﺝ ﺍﻟﻤﺄﻣﻮﺭ ﻋﻦ ﺍﻟﻌﻬﺪﺓ ﺃﻯ ﻋﻬﺪﺓ ﺍﻷﻣﺮ ﻭﻳﺘﺼﻒ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﺑﺎﻹﺟﺰﺍﺀ penjelasan: Amr yang dimutlakkan (tdk ditentukan waktunya) tdk menuntut untk segera dikerjakan, krna tujuan dari amr adlah mewujudkan suatu tindakan, namun boleh dilakukan kapan saja. Sedangkan amr yg ditentukan dgn batasan waktu atau disertai ketentuan untk segera dilakukan atau boleh ditunda-tunda, maka harus dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada (an- nafahat 55-56). Misalnya perintah sholat maktubah. Perintah ini disertai ketentuan brupa batasan waktu yg dilonggarkan (al- muqoyyad bil waqti al- muwassa'). Dengan demikian tdk hrus dilaksanakan pada awal waktu, tpi boleh dilakukan diawal waktu, tengah2 waktu, atau bahkan diakhir waktu, asal tdk sampai keluar dari waktu yang telah ditentukan. Sebagian ulama berpendapat "amr yang dimutlakkan harus dikerjakan dgn segera & tidak boleh ditunda2". Pendapat ini didukung sebagian dri ashhab asy- syafi'i & imam karkhi dari kalangan hanafiyah (an- nafahat 55). Pendapat ketiga ini senada dgn pendapat para ulama yg mengharuskan untk diulang2 sepanjang umur, sehingga perintah tersebut mengharuskan untuk segera dilaksanakan. Mereka berdalil dgn firman Allah : ﻣﺎ ﻣﻨﻌﻚ ﺃﻻ ﺗﺴﺠﺪ ﺇﺫ ﺃﻣﺮﺗﻚ "apakah yang menghalangimu untuk sujud (kepda adam) saat Aku menyuruhmu?". Pada ayat diatas, jelas Allah mencela iblis krna saat diperintah sujud kpd adam, iblis tdk mau melaksanakan seketika itu juga. Maka dpt disimpulkan, bhwa perintah itu wajib dilaksanakan dgn segera & tdk boleh ditunda2. Maka untuk amr yg dimutlakkan, jika ternyata dlm pelaksanaannya diakhirkan maka harus ada azm (tekad yg kuat) diawal waktu, bhwa ia akan mengerjakan pda waktu brikutnya (an- nafahat 56). Sedangkan untuk amr yg dibatasi waktu yg ditentukan (al-muqoyyad bi waqti mu'ayyan), para ulama berselisih pendapat "menurut sebagian ulama wajib untuk azm diawal waktu". Pendapat ini didukung imam nawawi dikitabnya syarh muhadzdzab (an-nafahat 56). Memerintahkan untuk mengerjakan sesuatu berarti juga memerintahkan untuk mengerjakan perkara yg menyebabkan sempurnanya sesuatu yg diperintahkan. Dalam kaidah fiqhiyah dikatakan : ﻣﺎﻻ ﻳﺘﻢ ﺍﻟﻮﺍﺟﺐ ﺇﻻ ﺑﻪ ﻓﻬﻮ ﻭﺍﺟﺐ "sesuatu yg mana perkara wajib tdk akan sempurna, kecuali dgn mengerjakan sesuatu itu, maka sesuatu itu dihukumi wajib pula". Seperti contoh : 1. Sholat tdk akan sempurna kecuali dgn bersuci, maka bersuci juga hukumnya wajib. 2. Membasuh muka saat wudlu tdk sempurna kecuali dgn mengikutkan sebagian dari kepala dan bagian bawah rahang, maka membasuh sebagian kepala dan bagian bawah rahang juga hukumnya wajib. Ketika perkara yg diperintahkan sudah dilakukan sesuai sarat & rukunnya, maka seorang mukalaf sudah terlepas dri tanggungan dan sudah dianggap ijza' (cukup) untuk menggugurkan kewajiban. Menurut pendapat kedua "sesuatu yg dikerjakan sesuai sarat dan rukunnya, belum tentu dianggap mencukupi". Karena pengertian ijza menurut pendapat ini adalah : ﺇﺳﻘﺎﻁ ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ (sesuatu yang tlah menggugurkan kewajiban untuk mengqodoinya). Misalnya seseorang sholat, dimana menurut dugaannya (dzhonn) {sebagaimana telah diterangkan pda postingan sebelumny tentang dzonn, bhwa yg menjadi tolak ukur didalam keabsahan ibadah adalah dugaan si mukallaf, jika dugaannya sesuai dgn kenyataan yg sebenarnya} sudah dlm keadaan suci, namun setelah sholatnya selesai terdapat najis pada pakaiannya, maka dia wajib mengulang sholatnya lagi. Dengan demikian ada ibadah yg dihukumi sah, namun blum menggugurkan kewajiban, yakni masih wajib untuk mengulanginya lagi. Alhamdulillah selesai juga pembahasan amr dan macam-macamnya. ^_^ pada postingan slanjutnya akan menerangkan tentang org2 yg termasuk dlm khitob Allah.
Thanks for reading & sharing ENDI NUGROHO
0 komentar:
Posting Komentar